Tulisanku Punya Nyawa, Mungkin Kamu ?

By astridyp - October 25, 2013



Setiap penulis punya nyawa tersendiri. Nyawaku itu kamu. Tahu kan?

Mengingat kamu adalah hal yang paling aku khawatirkan. Seseorang yang bisa membuatku jatuh dan bangun sendiri. Tapi sesulit apakah aku merasakan semua ini? Kamu tidak akan tahu. Sekali lagi kamu tidak tahu.

Dan hal yang sudah berlalu itu kini kembali (lagi).
Seseorang pasti pernah merasakan ini, menjadi sesuatu yang bahkan tidak dianggap keberaaannya. Mungkin dia benar, tidak menganggapmu ada. Tetapi kenangan-kenangan yang masih berteriak itu kadang tidak pernah bosan mengingatkan kalian tentang siapa jati diri dibalik dua sosok yang sudah saling tak mengenal itu. Sosok yang sering terlihat rapuh. Sosok yang kadang tidak ingin ada diantara perteman itu. 

Sudah hampir setahun. Sudah hampir pergi tetapi kembali lagi. Sudah hampir hilang tetapi ada lagi. Sudahkah kau mencoba benar-benar tinggal? Sudahkah kau mencoba benar-benar pergi?

Seseorang yang mencintaimu memang kelak akan meninggalkanmu entah untuk alasan karena dia tidak ingin lagi denganmu atau alasan munafik karena dia tidak ingin menyakitimu. Orang-orang yang sudah pergi itu seharusnya tidak pernah kembali lagi. Iya, seharusnya begitu. Kamu juga seharusnya pergi dan tidak kembali lagi.

Ketika pertemuan itu ada. Kamu membangunkanku lagi. Penulis itu bangun lagi.

Kursi-kursi pada deretan itu mungkin enggan lagi menyaksikan dua orang ini. Ada bisu yang panjang saat pertemuan mereka ada. Apalagi untuk senyum palsu yang kadang harus muncul dalam setiap perpaduannya. Pertemuan itu adalah obat rindu paling ampuh bagi mereka. Tetapi sekaligus cambuk besar yang nantinya akan mereka rasakan. Cinta yang tidak bisa dipersatukan. Sekali lagi itu adalah masalah terbesar. Seorang lelaki itu menyimpan begitu banyak rahasia yang seharusnya tidak diketahui wanita itu. Sebenarnya apa yang lebih sulit dari memperjelas status hubungan dua orang ini? Sulit sekali. Lelaki itu seperti acuh tak acuh tetapi selalu datang dan seperti memberikan harapan yang dulu pernah ada. Lelaki itu seperti nyawa yang tadinya sudah mati tetapi jantungnya kembali utuh lagi saat saling komunikasi dengan wanita itu. Bukankah dua orang ini harus memilih sesuatu yang sekiranya benar? Memilih pergi untuk orang lain atau memilih pergi untuk sama-sama melupakan. Tidak ada pilihan untuk pergi lalu kembali lagi. Seharusnya lelaki itu mengerti apa yang diinginkan wanita itu. Seharusnya semua ini tidak wacana tapi sesuatu yang sudah terlanjur dibuat ada. Seharusnya semua kursi yang enggan menatap mereka ini tidak menyaksikan pemalsuan perasaan yang sama (lagi).

Kalaupun ini gagal (lagi) mungkin akhiri saja. Jangan kembali lagi walaupun bulan itu sudah semakin dekat. Tolong, jangan ingatkan aku lagi.

Wanita itu sesekali menatapnya lagi. Lelaki yang kini berada tidak jauh dari bayangannya memang sulit untuk diterka pemikirannya. Silahkan berubah menjadi seseorang yang dia inginkan, kalau dia bisa. Lelaki itu bak singa yang tak tahu jatidirinya. Lupa jalan pulang. Sedangkan wanita itu selalu rapuh menunggui hal yang tidak pasti. Kadang ketidakjelasan hubungan dalam kisah dua orang manusia memang selalu memilih untuk tetap tinggal bukan pergi.

Diam. Seharusnya bukan itu. Ada banyak hal yang tadinya ingin dibicarakan tetapi semua itu tidak dapat diungkapkan. Semua ini mulai semu lagi. Iya.

Kalau lidah kedua orang itu kembali kelu. Lebih baik semua pertemuan ini tidak ada. Wanita itu hanya inginkan ini sebagai pertemuan terakhir. Iya, untuk mengakhiri semua ini harusnya dia tidak melibatkan perasaan dalam setiap kejadiannya. Tetapi wanita itu selalu lumpuh setiap lelaki itu menatapnya. Mati rasa itu sudah dibangunkan lagi. Rasa itu menyusup lagi. Dan semuanya hilang bentuk lagi. Sudah berapa lama dia membangkitkan wanita itu? Apakah semua pertanyaan ini harus aku tulis tanpa keduanya saling mengerti dan merajai dalam setiap konteks kisahnya? Aku kelu! Kalian seharusnya mampu mengakhiri kisah bodoh ini. Kalian seharusnya bersama atau tidak sama sekali.

Pergi. Kamu pergi, aku pergi. Kita berusaha meniadakan semua yang pernah terjadi. Lalu pada akhirnya kita lihat siapa yang tidak bisa bertahan.

Pilihan terbaik adalah pergi. Semangat wanita itu tidak terbalas lagi. Lelaki itu selalu lupa apa yang seharusnya dia ingat. Mungkin untuk hal terindah yang pernah dia lakukan adalah ucapan selamat ulang tahun yang ke-18. Lelaki itu mengingatnya untuk alasan entah. Dan semenjak ucapan itu ada mungkin wanita itu sedikit berlebihan. Dia menggangap bahwa seseorang seperti dia memang salah satu dari wanita yang lelaki itu anggap keberadaannya. Atau mungkin lelaki itu hanya kebetulan saja mengingat tanggal itu. Iya, kebetulan lagi.

Penulis itu punya nyawa. Kalau nyawanya pergi dan penulis itu berusaha mencari nyawanya lagi. Semoga bukan kamu lagi. Jangan datang lagi. Aku mohon. Sebagai wanita dalam cerita ini yang setiap harinya harus mengais-ngais sesuatu yang sudah berlalu. Kadang memang tidak lelah, tetapi semua ini sudah tidak bisa dipresepsikan lagi kewajarannya. Terimakasih sudah mengindahkan pertemuan itu dengan tatapan bisumu itu, semua sikap andalanmu yang semakin misterius dan aneh. Selamat pergi dan selamat kembali lagi. Untuk alasan waktu, biar semua menjawab sesuatu yang seharusnya tidak dijawab.

Penulis itu punya nyawa. Tak terkecuali aku menempatkan kamu sebagai nyawa itu. Tapi hal-hal yang mulai tak tampak ini sepertinya mulai bosan dan jenuh. Silahkan mencari sendiri masa depan yang kau sembunyikan itu. Selamat pergi dan kembali lagi.
astridyp


Sastra
Reviewed by Useron 25 Oktober 2013
Rating: 5

  • Share:

You Might Also Like

0 comments